Sabtu, 06 Februari 2010

Tahun, Bulan, dan Tanggal Kelahiran Nabi Muhammad

Pada pertengahan abad ke-6 Masehi, Aminah binti Wahab dengan Abdullah bin Abdul Muthalib melangsungkan pernikahan. Keduanya keturunan Kabilah Quraisy (suku bangsa yang terpandang di Makkah).

Tidak berapa lama Siti Aminah kemudian hamil. Pada usia kandungan Aminah mencapai 6 bulan, Abdullah pergi berdagang. Dalam perjalanan tiba-tiba Abdullah sakit. Kemudian menyebabkan beliau wafat, ketika dalam perjalanan menuju Makkah.

Para penulis sirah (sejarah/biografi) Nabi umumnya sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di Tahun Gajah 570 M. Adalah pasti bahawa baginda kembali ke sisi Allah tahun 632 M. Bila saat itu usianya 62-63 tahun, berarti baginda lahir tahun 570 M.

Hampir semua ahli hadis dan sejarawan sepakat bahwa Nabi lahir di bulan Rabiulawal walaupun mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Ulama-ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah sepakat bahwa baginda lahir pada hari senin, tanggal 12 bulan yang sama bertepatan dengan tanggal 20 April 570 Masehi.

Saat bayi Muhammad itu lahir, kota Makkah diserang oleh segerombolan pasukan gajah yang dipimpin langsung oleh Rajanya. Raja Abrahah sangat marah dan memimpin pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah. Akan tetapi Allah melindungi Ka’bah. Subhannallah kemudian ada burung-burung Ababil datang untuk melontarkan bara api kearah pasukan gajah tersebut. Abrahah dan pasukannya hancur. Peristiwa ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Fiil.

Ayah Siti Aminah adalah Abdul Muthalib. Ia sangat gembira dan membawa cucunya dekat Ka’bah sesuai dengan petunjuk dari Allah. Kemudian cucunya itu diberi nama Muhammad atau Ahmad.

Hari ketujuh telah tiba. Seekor domba disembelih Abd al-Muttalib sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah. Sejumlah orang dijemput untuk menghadirinya. Di hari perayaan yang besar itu, dihadiri oleh kebanyakan orang Quraisy, ia menamakan cucunya “Muhammad”. Ketika ditanya mengapa ia menamakannya Muhammad padahal nama itu jarang dipakai orang Arab, ia menjawab, “Saya berharap ia terpuji di syurga mahupun di bumi.”

Masa Menyusui Nabi

Karena air susunya hanya keluar beberapa hari saja maka Siti Aminah membawa bayinya kepada orang yang dapat menyusui bayi orang lain, dengan diberi imbalan. Menyusukan bayi kepada orang lain adalah kebiasaan orang Arab sejak dulu hingga kini. Muhammad SAW disusui oleh dua wanita lain mendapat kehormatan menjadi ibu susunya

  • Suwaibah: wanita hamba sahaya Abu Lahab.
  • Halimah: puteri Abi Zuwaib dari suku Sa’ad bin Hawazan. Ia mempunyai tiga anak: Abdullah, Anisah, dan Syima’. Syima’ juga turut mengasuh Nabi.

Biasanya para ibu susu itu tinggal di luar kota, sehingga anak-anak dapat dibesarkan di udara gurun yang segar serta tumbuh kuat dan sihat. Selain itu, di persekitaran gurun, anak-anak juga tak mudah ketularan penyakit seperti di kota Makkah. Mereka juga dapat belajar bahasa Arab di kawasan yang masih asli ini.

Masa Kanak-Kanak Nabi

Sejarah meriwayatkan bahwa kehidupan Nabi penuh peristiwa menakjubkan sejak masa awal masa kanak-kanak hingga kerasulannya. Semuanya mengandungi aspek kebesarannya. Keseluruhannya menunjukkan bahwa kehidupan Nabi tidaklah biasa.

Kini kita tampilkan dua kejadian dari sejarah hidup Nabi yang misteri dan ajaib. Bila kisah ini dihayati, maka ianya adalah meyakinkan kita tentang kebesaran dan kemuliaan Nabi SAW.

a. Halimah berkata: “Ketika memikul tanggungjawab membesarkan bayi Aminah, saya memutuskan menyusui sang bayi di situ juga di hadapan ibunya. Saya masukkan puting buah dada kiri yang berisi susu ke mulutnya, tetapi si bayi lebih suka susu sebelah kanan. Padahal buah dada kanan itu tak ada susunya sejak kelahiran anak saya yang pertama. Kerana desakan si bayi, saya menyusuinya dengan sebelah kanan yang kosong itu dan, sebaik saja ia menghisap, sumber yang kering itu pun berisi penuh susu. Kejadian itu membuat semua yang hadir keheranan.”

b. Halimah juga mengatakan: “Sejak membawa Muhammad ke rumah, saya menjadi lebih makmur. Harta dan ternak saya meningkat.”

Kita dapati peristiwa serupa dalam Al-Quranul Karim berkaitan dengan Maryam (ibunda Nabi Isa). “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia bersandar pada pangkal pohon kurma. Dia berkata, ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berguna serta terlupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, ‘Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu dan goyanglah pangkal pohon kurma ke arahmu, nescaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.”(Surah Maryam : 23-25)

Nabi tinggal beberapa tahun bersama suku Bani Sa’ad dan tumbuh sihat. Selama itu, ada dua atau tiga kali Halimah membawanya menemui ibunya.

Kali pertama Halimah membawanya kepada ibunya adalah ketika masa menyusuinya selesai. Namun, Halimah mendesak Aminah untuk mengembalikan anaknya kepadanya. Alasannya, anak itu telah menjadi sumber kurnia dan rahmat baginya. Alasan ibunya mengabulkan permintaan Halimah adalah lantaran wabak penyakit sedang melanda Makkah waktu itu.

Setelah mengasuh selama 4 tahun, kemudian Halimah mengembalikannya kepada Aminah. Pada usia 6 tahun, Aminah mengajak Muhammad berziarah ke makam bapaknya, ‘Abdullah’, yang letaknya tidak jauh dari Yasrib (Madinah). Akan tetapi, ketika dalam perjalanan pulang, Aminah jatuh sakit. Aminah dibimbing oleh Barakah, pembantu setia Aminah.

Hari ke hari penyakit Aminah makin parah. Dalam kondisi mendekap Muhammad, Aminah meninggal. Senja bergetar, semesta berduka. Muhmmad yang masih berusia 6 tahun telah menjadi yatim piatu.

Kemudian Muhammad diasuh oleh kakeknya,’Abdul Muthalib’. Beliau berusia 80 tahun. Saat itu Abdul Muthalib telah memeluk agama Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim As.

Baru 2 tahun diasuk kakeknya, kemudian kakeknya juga meninggal. Sebelum meninggal beliau berpesan kepada anaknya agar Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Abu Thalib termasuk orang yang kurang mampu.

Oleh karena itu Muhammad tidak ingin terlalu membebani pamannya. Muhammad bekerja menggembalakan kambing milik orang Makkah. Imbalan dari menggembalakan kambing, Muhammad berikan kepada Abu Thalib. Abu Thalib sangat terharu, karena sejak kecil Muhammad sudah punya jiwa kemandirian.